Oleh: Tim Penyusun, Diupdate 11 November 2025
Hubungan antarnegara merupakan fondasi penting dalam tatanan dunia modern yang tidak dapat dihindari oleh negara mana pun. Meskipun setiap negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah dan urusannya, interaksi dan kerja sama dengan negara lain telah menjadi keniscayaan dalam era globalisasi kontemporer. Doktrin hubungan antarnegara mengakui kedaulatan masing-masing negara, namun kekuasaan tersebut dibatasi oleh persekutuan yang dibentuk melalui perjanjian internasional. Dinamika ini menciptakan situasi di mana negara-negara menyerahkan sebagian kedaulatannya untuk tujuan bersama, sementara tetap mempertahankan kemerdekaan dalam hal-hal yang tidak diatur dalam perjanjian tersebut. Konsep ini, yang telah ada sejak zaman Aristoteles, menekankan bahwa negara adalah persekutuan yang memiliki tujuan tertentu, dan seperti individu yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, negara juga tidak dapat berdiri sendiri.
Negara sebagai Persekutuan Alami: Perspektif Aristoteles
Dalam karya monumentalnya Politica, Aristoteles mengemukakan pandangan filosofis bahwa negara adalah suatu persekutuan yang memiliki tujuan tertentu. Ia menjelaskan asal mula dan perkembangan negara melalui proses evolusi sosial yang bersifat organis: penggabungan keluarga membentuk kelompok yang lebih besar, kelompok-kelompok ini bergabung menjadi desa, dan desa-desa berkembang menjadi negara kota atau polis.
Aristoteles memandang bahwa desa yang sesuai kodratnya bersifat genealogis, yaitu berdasarkan keturunan dan ikatan darah. Oleh karena itu, bagi Aristoteles, keberadaan negara adalah kodrati dan alamiah. Konsep fundamental yang dikembangkan Aristoteles adalah zoon politicon, yang menggambarkan manusia sebagai makhluk sosial-politik yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat atau negara. Istilah ini merupakan padanan dari kata zoon yang berarti “hewan” dan politicon yang berarti “bermasyarakat,” sehingga secara harfiah bermakna “hewan yang bermasyarakat”.
Dalam pandangan Aristoteles, kebahagiaan individu sangat bergantung pada kebahagiaan negara, karena negara adalah wadah bagi manusia untuk mencapai kebaikan dan keadilan tertinggi. Sebagaimana ditegaskannya:
“Manusia adalah makhluk sosial, dan ia menjadi baik karena pergaulannya di dalam masyarakat, atau di dalam negara, sebab dasar negara adalah keadilan.”
Aristoteles memandang kesusilaan sebagai bagian integral dari kehidupan negara karena ia percaya bahwa kebahagiaan sempurna (eudaimonia) hanya dapat dicapai dalam dan melalui persekutuan negara. Namun, fokusnya adalah pada kebahagiaan duniawi, bukan akhirat, yang membedakan perspektifnya dari para pemikir abad pertengahan seperti Thomas Aquinas.
Thomas Aquinas: Ketergantungan Sosial dan Negara sebagai Kebutuhan Kodrati
Teori hubungan antarnegara juga dapat ditelusuri melalui pemikiran Thomas Aquinas yang sangat dipengaruhi oleh Aristoteles. Thomas Aquinas berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang menurut kodratnya harus hidup bermasyarakat untuk mencapai tujuan sejati. Dengan akal yang dimilikinya, manusia dapat mengetahui apa yang berguna dan merugikan, namun pengetahuan ini hanya dapat diperoleh melalui interaksi dalam masyarakat.
Menurut Thomas Aquinas, negara merupakan lembaga sosial manusia yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia memenuhi kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan sosial lebih kecil seperti desa dan kota. Eksistensi negara bersumber dari sifat alamiah manusia yang bersifat sosial dan politis, sehingga keberadaan negara tidak terlepas dari hukum alam.
Tugas negara menurut Thomas Aquinas adalah menyempurnakan hukum kodrat dan menyelenggarakan kesejahteraan umum (bonum commune). Namun, ia juga menekankan asas subsidair bahwa negara tidak boleh mencampuri urusan perseorangan kecuali kepentingan umum dirugikan. Prinsip ini menjadi fondasi penting dalam memahami batas-batas intervensi negara dalam kehidupan warga negaranya dan dalam hubungan antarnegara.
Kedaulatan Negara dalam Perspektif Hukum Internasional
Kedaulatan negara (state sovereignty) merupakan konsep sentral dalam hukum internasional yang menjadi dasar bekerjanya sistem hubungan antarnegara. Setiap negara memegang kedaulatan penuh atas wilayah dan urusannya sendiri, namun kekuasaan ini dibatasi oleh perjanjian persekutuan di mana sebagian kedaulatan diserahkan untuk tujuan bersama.
Sesuai konsep hukum internasional, kedaulatan memiliki tiga aspek utama:
| Aspek | Penjelasan |
|---|---|
| Aspek Ekstern | Hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok lain tanpa campur tangan negara lain |
| Aspek Intern | Hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya dan cara kerjanya |
| Aspek Teritorial | Kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki negara atas individu dan benda-benda yang terdapat di wilayahnya |
Menurut J.J. Von Schmid (1979), persekutuan antarnegara seringkali agak lemah dan terpecah, terutama jika kekuasaan sebagian besar dijalankan oleh satu kekuatan besar. Hal ini menyoroti tantangan dalam menjaga keseimbangan kekuasaan dan kepentingan di antara negara-negara yang bersekutu.
Prinsip kedaulatan negara merupakan prinsip penting dalam Piagam PBB, sebagaimana terdapat pada Pasal 2 Ayat (1) yang menyatakan bahwa organisasi ini berdasarkan pada prinsip persamaan kedaulatan semua anggotanya. Setiap negara menikmati personalitas hukum yang sama tanpa membedakan ukuran geografis, jumlah penduduk, kekuatan militer, kekuatan ekonomi, dan sebagainya.
Prinsip Keterbukaan Negara sebagai Fondasi Hubungan Internasional
Meskipun negara telah menjadi komunitas yang terstruktur dengan kedaulatan penuh, ia harus tetap mengadopsi prinsip keterbukaan. Upaya membuka diri ini menjadi prinsip wajib bagi setiap negara untuk selalu berhubungan dengan negara lain. Secara filosofis, hubungan antarnegara sangat penting sebagai upaya mewujudkan kekuatan konstitusi setiap negara.
Tidak ada konstitusi yang sempurna dan disetujui semua orang. Dalam negara demokrasi, perbedaan dan kontroversi adalah keniscayaan. Namun, jika suatu resultante (keputusan) telah dicapai melalui prosedur hukum yang sah, semua pihak harus menerima dan melaksanakannya. Jika ada gagasan yang lebih baik, harus diperjuangkan melalui prosedur konstitusional baru. Konstitusionalisme semacam ini sangat penting untuk membangun “Negara Hukum dan Demokrasi” (Mahfud MD, 2010).
Hubungan antarnegara juga tidak bertentangan dengan hukum domestik karena setiap negara mengakomodasi keadilan dalam peraturan perundang-undangannya. Norma-norma yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan dibatasi oleh teritorial negara masing-masing, namun keadilan sebagai nilai universal menjadi titik temu yang memungkinkan kerja sama internasional berkembang.
Teori Social Engineering Pound dalam Konteks Hubungan Antarnegara
Pola hubungan antarnegara juga dapat dilihat melalui lensa teori social engineering yang dikemukakan oleh Roscoe Pound. Pound merupakan tokoh utama aliran sociological jurisprudence yang memandang hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tool of social engineering). Tujuannya adalah membangun struktur masyarakat sedemikian rupa sehingga kepuasan akan kebutuhan tercapai secara maksimum, dengan benturan dan pemborosan seminimum mungkin.
Pound mengembangkan klasifikasi kepentingan yang dilindungi oleh hukum menjadi tiga golongan:
Kepentingan Umum mencakup kepentingan-kepentingan negara sebagai badan yuridis dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya, serta sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial. Dalam konteks hubungan internasional, ini mencakup kedaulatan dan integritas teritorial negara.
Kepentingan Sosial meliputi keamanan umum, keamanan institusi sosial, moral umum, pengamanan sumber daya, kemajuan sosial, dan kehidupan individu. Kepentingan-kepentingan ini menjadi dasar bagi kerja sama antarnegara dalam bidang-bidang seperti keamanan regional dan pembangunan berkelanjutan.
Kepentingan Perorangan mencakup kepentingan pribadi (fisik, kebebasan, kehormatan, privasi), hubungan domestik (keluarga), dan kepentingan substansial (milik, kontrak, pekerjaan). Perlindungan terhadap kepentingan ini menjadi salah satu landasan hak asasi manusia dalam hukum internasional.
Kepentingan-kepentingan ini saling terkait dan membentuk dasar bagi pola hubungan yang dibangun antarnegara. Apa yang dibangun dalam hubungan antarnegara tidak terlepas dari nilai kepentingan-kepentingan tersebut, dan semakin tegas serta baik jalinan hubungan itu dijaga, semakin banyak pula manfaat yang diperoleh dari interaksi antarnegara.
Perspektif Realisme dalam Hubungan Internasional
Dalam studi hubungan internasional, perspektif realisme memberikan kerangka analitis yang berbeda dalam memahami dinamika antarnegara. Kaum realis berfokus pada power (kekuasaan) dan pengejaran keuntungan nasional. Mereka beranggapan bahwa power adalah faktor dominan dalam interaksi antarnegara, dan perdamaian internasional dapat dicapai melalui perimbangan kekuatan (balance of power).
Realisme menekankan bahwa kendala politik dalam hubungan kerja sama internasional muncul dari sifat egois manusia dan tidak adanya otoritas pusat di atas negara. Struktur internasional yang bersifat anarkis—tanpa pemerintahan dunia yang berdaulat—memaksa setiap negara untuk mengandalkan kemampuan sendiri (self-help) dalam menjamin keamanannya.
Konsep balance of power menjelaskan bagaimana negara-negara berkoalisi atau menyeimbangkan diri terhadap kekuatan dominan demi mencegah dominasi satu pihak. Dalam teori ini, struktur internasional dapat berbentuk bipolar (dua kekuatan utama), multipolar (banyak kekuatan), atau unipolar (satu hegemon). Tindakan balancing terjadi ketika negara-negara kooperatif membentuk aliansi untuk mengimbangi kekuatan yang berpotensi menjadi hegemon.
Pola Interaksi dalam Hubungan Internasional
Mochtar Mas’oed mendefinisikan hubungan internasional sebagai “segala bentuk interaksi di antara masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara, meliputi lembaga perdagangan internasional, perdagangan internasional, dan perkembangan etika internasional”. Hubungan internasional digambarkan sangat kompleks karena melibatkan bangsa-bangsa berdaulat dan memerlukan mekanisme yang lebih rumit dari hubungan kelompok dalam satu negara.
Pola interaksi internasional dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk utama:
Kerja Sama (Cooperation) merupakan interaksi positif yang sangat diinginkan untuk mencapai situasi aman dan damai. Kerja sama melibatkan dua aktor atau lebih dengan tujuan bersama yang saling menguntungkan. Kerja sama memiliki derajat yang berbeda, mulai dari koordinasi dan kooperasi hingga kolaborasi yang lebih tinggi, dengan perbedaan terletak pada kedalaman interaksi, integrasi, komitmen, dan kompleksitas.
Persaingan (Competition) merupakan dinamika antarnegara dalam mencapai tujuan, seringkali dalam konteks ekonomi atau pengaruh global. Persaingan tidak selalu bersifat destruktif dan dapat mendorong inovasi serta efisiensi.
Pertentangan (Conflict) adalah situasi di mana kepentingan antarnegara bertabrakan. Namun, konflik seringkali dapat diakomodasi melalui negosiasi dan diplomasi. Negara-negara menggunakan hukum internasional, organisasi internasional, hubungan ekonomi, dan diplomasi untuk mengoordinasikan hubungan secara konstruktif, mengontrol konflik, dan meningkatkan kerja sama.
Bentuk-Bentuk Kerja Sama Internasional
Kerja sama internasional terselenggara berkat kesamaan visi dan keselarasan kepentingan antaraktor. Melalui kerja sama, suatu pihak berharap kepentingannya lebih mudah terwujud daripada berusaha sendiri. Terdapat tiga bentuk utama kerja sama internasional:
Kerja Sama Bilateral adalah kerja sama antara dua negara yang didasari oleh hubungan baik dan manfaat saling menguntungkan. Contohnya adalah Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dalam sektor ekonomi dan kerja sama Indonesia dengan Arab Saudi terkait pengelolaan ibadah haji. Kerja sama bilateral biasanya didasarkan pada perjanjian resmi yang mengatur prinsip-prinsip dan ruang lingkup kerja sama.
Kerja Sama Regional adalah bentuk kerja sama antarnegara dalam satu wilayah atau kawasan. Contohnya adalah negara-negara ASEAN dalam sektor pertahanan, politik, dan ekonomi. Kerja sama regional memungkinkan negara-negara dengan kedekatan geografis untuk menangani isu-isu bersama secara lebih efektif.
Kerja Sama Multilateral adalah kerja sama yang dilakukan oleh lebih dari dua negara, tidak terbatas status atau wilayah. Contohnya adalah Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), World Trade Organization (WTO), International Monetary Fund (IMF), dan Organisasi Konferensi Islam (OKI). Kerja sama multilateral memungkinkan negara-negara dengan kepentingan dan kapasitas berbeda untuk berkontribusi dalam mencari solusi terhadap masalah global.
Tujuan dan Manfaat Kerja Sama Internasional
Kerja sama internasional memiliki beberapa tujuan utama yang saling berkaitan:
- Meningkatkan hubungan persahabatan antarnegara untuk membangun dan mempererat tali persahabatan guna menghindari konflik dan mempromosikan saling pengertian.
- Menjaga perdamaian dan keamanan dunia dengan mencegah terulangnya perang dan konflik yang merugikan serta menciptakan dunia yang damai dan stabil.
- Meningkatkan kemajuan dalam berbagai bidang melalui mendorong kemajuan merata di bidang teknologi, ekonomi, pendidikan, dan lainnya melalui kolaborasi.
- Melengkapi kebutuhan negara dengan memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diproduksi secara mandiri karena perbedaan iklim, geografi, atau sumber daya.
Manfaat kerja sama internasional mencakup berbagai bidang: di bidang politik, negara-negara saling berorientasi pada kepentingan nasional dan memperkuat posisi di kancah global; di bidang ideologi, memunculkan rasa saling menghormati meskipun ada perbedaan; di bidang ekonomi, saling menguntungkan melalui ekspor dan impor; di bidang sosial budaya, antarnegara saling melengkapi; di bidang pertahanan dan keamanan, pelatihan militer bersama meningkatkan kualitas pertahanan; dan di bidang pendidikan, pertukaran pelajar dan mahasiswa membawa dampak positif bagi pembangunan sumber daya manusia.
Ancaman dan Tantangan dalam Hubungan Antarnegara
Meskipun keadilan menjadi norma yang mengatur hubungan antarnegara, keadilan juga seringkali menjadi dalih untuk konflik, bahkan perang. “Keadilan negara X vs keadilan negara Y” seringkali menjadi pemicu pertentangan. Ironisnya, manusia merakit senjata untuk membunuh sesamanya atas nama keadilan dan kepentingan nasional.
Dalam pandangan yang lebih luas, hubungan antarnegara dapat termodifikasi oleh kepentingan buruk, seperti kapitalisme yang dapat merekayasa sistem negara. Kapitalisme dapat menciptakan lembaga-lembaga negara (legislatif, yudikatif, eksekutif) yang hanya bisa dimasuki oleh kaum pemodal. Sistem pemilu dan pemilihan legislatif menjadi pintu masuk bagi kaum pemodal untuk menancapkan pengaruhnya melalui sumbangan dana kampanye. Praktik jual beli jabatan dalam perekrutan aparat penegak hukum mengikis integritas sistem, dan pejabat korup mengembalikan modal yang dikeluarkan dengan menggeser fokus dari pengabdian masyarakat ke keuntungan pribadi.
Muhtar Said (2013) bahkan menyebut sistem Indonesia saat ini sebagai kapitalis, di mana kekuatan modal mendominasi proses politik dan hukum. Ini menjadi ancaman serius terhadap hubungan antarnegara yang sehat, karena dapat memicu “perang dingin” atau benturan fisik jika tradisi ini terus berlanjut.
Membangun Hubungan Antarnegara yang Ideal
Hubungan antarnegara seharusnya didasarkan pada upaya saling memperkuat, bukan mencoba memasukkan doktrin yang merusak tatanan sistem. Jika tradisi saling memperkuat ini terus terjaga, potensi hubungan akan menghasilkan sesuatu yang ideal bagi cita-cita rakyat masing-masing negara.
Prinsip-prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam membangun hubungan antarnegara yang ideal meliputi:
- Fokus pada kerja sama konstruktif untuk keuntungan bersama, bukan dominasi atau intervensi
- Menghindari doktrin merusak dengan menolak upaya memaksakan ideologi atau kepentingan satu negara kepada negara lain yang dapat mengganggu stabilitas
- Menghormati kedaulatan masing-masing negara sebagai prinsip fundamental hubungan internasional
- Penyelesaian sengketa secara damai melalui diplomasi, negosiasi, dan mekanisme hukum internasional
Sebagaimana dikemukakan Soerjono Soekanto, kerja sama dilandasi oleh kepentingan yang sama dan menjadi pijakan untuk memecahkan berbagai permasalahan secara bersama-sama. Dalam kerja sama, harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian tugas serta balas jasa yang akan diterima. “Suatu kerjasama akan bertambah kuat apabila ada bahaya dari luar yang menyinggung kesetiaan yang secara tradisional atau institusional telah tertanam di dalam kelompok”.
Penutup
Negara dalam konsep hukum internasional dan hubungan internasional menempati posisi sentral sebagai subjek utama yang memiliki kedaulatan namun juga terikat oleh norma-norma internasional. Dari perspektif filosofis Aristoteles dan Thomas Aquinas, keberadaan negara adalah kodrati sebagai wadah bagi manusia yang bersifat zoon politicon untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan bersama. Prinsip keterbukaan negara menjadi fondasi yang memungkinkan hubungan antarnegara berkembang, sementara teori social engineering Pound memberikan kerangka untuk memahami bagaimana kepentingan-kepentingan yang beragam dapat diakomodasi melalui hukum.
Kerja sama internasional—baik bilateral, regional, maupun multilateral—telah menjadi keharusan bagi setiap negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara dalam forum internasional. Tidak ada negara yang mampu memenuhi semua kebutuhannya sendiri, sehingga kolaborasi menjadi kunci kesejahteraan global. Namun, tantangan seperti konflik kepentingan, dominasi kapitalisme, dan penyalahgunaan konsep keadilan tetap menjadi ancaman yang harus diwaspadai.
Ke depan, pembangunan hubungan antarnegara yang ideal memerlukan komitmen bersama untuk mengedepankan kerja sama yang saling memperkuat, menghormati kedaulatan masing-masing negara, dan menghindari doktrin yang merusak tatanan internasional. Hanya dengan fondasi yang kokoh berdasarkan rasa saling menghormati dan kepentingan bersama, hubungan antarnegara dapat menghasilkan perdamaian dan kesejahteraan global yang menjadi cita-cita umat manusia.
Leave a Reply