Sejarah PTUN di Indonesia

Oleh: Tim Penyusun, Diupdate 13 Februari 2024

Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) tidak dapat dilepaskan dari tradisi peradilan administrasi yang berkembang di Eropa, khususnya Prancis dan Belanda, yang kemudian memengaruhi pembentukan sistem hukum Indonesia. Di Prancis, embrio peradilan administrasi lahir pada masa Revolusi Prancis melalui lembaga Conseil du Roi yang kemudian berevolusi menjadi Conseil d’État pada tahun 1799. Lembaga ini memiliki peran ganda, yakni sebagai penasihat hukum pemerintah sekaligus sebagai badan yang melakukan pengawasan yudisial terhadap tindakan administrasi. Sejak saat itu, Prancis membedakan secara tegas antara peradilan umum dan peradilan administrasi, serta menegaskan hubungan hukum antara individu dan otoritas publik yang berbeda dengan hubungan hukum antarpribadi dalam hukum perdata. Sistem peradilan administrasi Prancis ini kemudian menyebar ke berbagai negara Eropa, termasuk Belanda.

Di Belanda, perkembangan peradilan administrasi juga berlangsung secara bertahap. Pada awalnya, semua sengketa dengan pemerintah masih dapat diajukan ke peradilan umum. Namun, sejak abad ke-19, mulai berkembang mekanisme khusus untuk menyelesaikan sengketa administrasi. Pada tahun 1815 hingga 1830, penyelesaian sengketa administratif sering dilakukan oleh gubernur di tingkat provinsi atau oleh Raja setelah mendengar nasihat Raad van State. Selanjutnya, berkembang konsep upaya administratif yang melahirkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Puncaknya adalah lahirnya Wet Arob pada tahun 1976 yang memberikan dasar hukum bagi pengadilan administrasi independen, serta Algemene Wet Bestuursrecht (Awb) tahun 1994 yang mengatur kewenangan pengadilan dalam menyelesaikan sengketa administrasi secara lebih komprehensif. Sistem hukum administrasi Belanda inilah yang kemudian diwariskan ke Indonesia melalui sejarah kolonialisme.

Di Indonesia, gagasan pembentukan PTUN sudah ada sejak awal kemerdekaan. TAP MPRS No. II Tahun 1960 merupakan produk hukum pertama yang secara formal menyinggung pembentukan peradilan administrasi. Hal ini diperkuat dalam UU No. 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang mencantumkan peradilan tata usaha negara sebagai salah satu lingkup peradilan. Selanjutnya, UU No. 14 Tahun 1970 kembali menegaskan posisi PTUN sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman. Arah kebijakan pembangunan hukum yang tertuang dalam TAP MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN juga mengingatkan pentingnya pembentukan PTUN. Puncaknya, pada 1986 lahirlah UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang secara resmi menjadi dasar berdirinya PTUN.

Meski UU PTUN sudah disahkan pada tahun 1986, peradilan ini baru benar-benar beroperasi pada 14 Januari 1991 setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991 tentang penerapan UU PTUN. Tanggal ini kemudian diperingati sebagai hari lahir PTUN. Sejak saat itu, PTUN menjadi salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Dengan demikian, sejarah PTUN mencerminkan perjalanan panjang yang dipengaruhi oleh pemikiran hukum Eropa, dinamika politik hukum nasional, serta kebutuhan akan kontrol yudisial terhadap tindakan pemerintah.

Secara konstitusional, keberadaan PTUN ditegaskan dalam Pasal 24 UUD 1945 hasil amandemen yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, termasuk peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Mahkamah Agung sendiri telah dibentuk hanya dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan, yaitu pada 19 Agustus 1945, dan semakin diperkuat kedudukannya melalui UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dengan masuknya PTUN sebagai salah satu lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka keberadaannya bukan hanya hasil kebutuhan praktis, tetapi juga merupakan mandat konstitusional dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan.

Sejarah PTUN juga memperlihatkan bagaimana peradilan ini berkembang seiring perubahan politik hukum di Indonesia. Pada era reformasi, lahir UU No. 9 Tahun 2004 dan UU No. 51 Tahun 2009 yang merevisi UU PTUN, dengan tujuan memperkuat independensi PTUN dan memperluas ruang lingkup objek sengketa. Perkembangan selanjutnya adalah dengan lahirnya UU Administrasi Pemerintahan Tahun 2014 yang semakin memperluas definisi keputusan TUN, termasuk tindakan faktual dan keputusan fiktif. Namun, dinamika ini juga menghadapi tantangan, terutama setelah UU Cipta Kerja mencabut sebagian kewenangan PTUN terkait fiktif positif, yang berpotensi mengurangi efektivitas fungsi pengawasan peradilan administrasi.

Dengan demikian, sejarah PTUN tidak hanya berkisah tentang kelahiran lembaga peradilan baru, tetapi juga mencerminkan dialektika antara kebutuhan negara untuk menjalankan pemerintahan secara efektif dan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan perlindungan hukum. Dari inspirasi Revolusi Prancis hingga kebijakan mutakhir di Indonesia, PTUN selalu berada pada posisi strategis sebagai instrumen demokratisasi, kontrol hukum, dan penegakan prinsip negara hukum. Evolusi ini sekaligus menunjukkan bahwa PTUN adalah produk dari perkembangan hukum global yang disesuaikan dengan konteks sosial-politik Indonesia.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *